KISAH SHAFIYYAH BINTI ABDUL MUTHALIB
SHAFIYYAH
BINTI ABDUL MUTHALIB
Kaum
Muslim pada zaman Rasulullah SAW tak hanya ditakuti karena hunusan pedang dan
panah yang mematikan. Lebih dari itu, ada keberanian, persatuan, semangat, dan
iman yang menguatkan mereka. Ini tak hanya muncul dari kalangan prajurit
laki-laki, tetapi juga muncul pada kaum Mukminah.
Shafiyah
binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah SAW, adalah salah seorang mujahidah yang
membuat bergidik kaum Yahudi bani Quraizhah. Dengan kecerdasannya, ia membuat
kaum Yahudi terbirit-birit.
Kisah
ini terjadi pada Perang Khandaq. Pada perang itu, seluruh penduduk memenuhi
panggilan untuk berperang. Mereka bersama-sama membangun parit (khandaq)
pertahanan. Orang tua, kaum muda belia, dan para perempuan bekerja sama.
Rasulullah
SAW terus menyalakan semangat dan keberanian serta keteguhan iman para
penduduk. Ketika semua telah menyelesaikan penggalian parit, orang-orang Arab
di bawah pimpinan kaum Quraisy berdatangan. Jumlah mereka sekitar 10 ribu
orang.
Kaum
Quraisy datang dengan penuh keberanian. Namun, mulut mereka menganga,
terheran-heran bercampur khawatir melihat parit yang dibangun kaum Muslim.
Mereka menatap ke Madinah, tanah yang hendak mereka hancurkan. Rencana Bani
Nadhir dan pemimpin mereka, Huyay bin Akhthab, kandas di dasar parit.
Di
balik gundukan parit ada 3.000 prajurit mukmin dengan pedang terhunus. Mereka
telah mengikat janji setia untuk menang atau mati syahid. Namun, di antara
mereka ada pasukan Yahudi bani Quraizhah. Mereka menunggu kesempatan untuk
mengkhianati kaum Mukmin.
Kaum
Yahudi bani Quraizhah menyimpan dengki di hati mereka. Mereka tidak senang
Rasul akhir zaman diutus dari golongan Arab. Mereka memendam dendam kepada
Rasulullah SAW sebagaimana mereka dendam terhadap para rasul dari golongan
mereka sendiri.
Rasulullah
SAW mencium pengkhianatan kaum Yahudi. Ia mengetahui bani Quraizhah membatalkan
perjanjian. Muncul kekhawatiran akan nasib kaum perempuan dan anak-anak. Beliau
mengumpulkan mereka di benteng milik Hasan bin Tsabit RA, penyair Rasulullah.
Para
prajurit berdebar. Mereka tak hanya harus menghadapi musuh mereka yang nyata,
tetapi juga karena adanya musuh dalam selimut. Kaum kafir Quraisy mengutus
orang untuk melihat kondisi benteng yang menjulang. Mereka menunggu kabar
hingga tak ada prajurit Muslim laki-laki yang menjaga benteng, lalu mereka
dapat menghabisi kaum perempuan dan anak-anak.
Shafiyah
adalah perempuan yang cerdas. Ia termasuk perempuan awal yang memeluk Islam. Ia
mengetahui kehadiran seorang Yahudi bani Quraizhah yang sedang mengelilingi
benteng. Instingnya yang kuat membuatnya mengerti maksud dan tujuan Yahudi
tersebut. Ia merasa kaum perempuan Mukmin sedang dalam bahaya. Pada
kenyataannya, kaum perempuan dan anak-anak tak sedang dalam perlindungan.
Rasulullah SAW dan para laki-laki sedang pergi berperang.
Namun,
ia tak kalah cerdik. Setiap ada orang yang datang, Shafiyah menguatkan
keberaniannya. Ia mengambil tongkat, lalu turun dari benteng untuk memukul
Yahudi yang mengelilingi benteng tadi hingga meninggal.
Tekadnya
untuk melindungi kaum perempuan dan anak-anak menguatkan keberanian perempuan
dari bani Abdul Muthalib ini. Perbuatan Shafiyah membuat utusan kaum Quraizhah
tak pernah kembali. Ini seolah-olah memberikan pesan bahwa di benteng itu
selalu ada sekumpulan kaum laki-laki yang sedang melindungi dan menjaga kaum
perempuan beserta anak-anak. Shafiyah berhasil membuat Yahudi bani Quraizhah
terbirit-birit.
Kekuatan
Shafiyah tak hanya tampak pada Perang Khandaq. Saat Perang Uhud, kaum Muslimin
bersedih akibat perlakuan kaum Quraisy kepada Hamzah, kakak Shafiyah yang juga
paman Rasulullah SAW. Rasulullah meminta Zubair, putra Shafiyah, untuk pulang
dan melarang ibunya melihat jasad Hamzah. Ia takut perasaan perempuan itu akan
kacau balau. Zubair menaati perintah Nabi Muhammad SAW. Ia berkata kepada
ibunya, "Wahai ibuku, Rasulullah SAW menyuruhmu pulang." Shafiyah
menjawab, "Mengapa? Aku telah mendapat kabar yang menimpa kakakku. Insya
Allah aku ridha dan bersabar." Shafiyah akhirnya melihat jasad Hamzah. Ia
tidak memedulikan kondisi jasadnya. Ia mengucapkan, "Innalillahi wa inna
ilaihi rajiun."
Shafiyyah wafat pada masa kekhalifahan Umar
bin Khattab (634-644)
dan dimakamkan di al-Baqi "di halaman rumah al-Mughirah
bin Syu'bah”.
Sumber: Abu Muhammad Abdul Maliq Bin Hisyam, Sirah Nabawiyah jilid 1 Danjl Fikr, Beirut (1415 H./1994 M)
Majalah Al-Mawaddah, Edisi 11 Tahun ke-1 Jumadal Tsaniyah 1429/Juni 2008
Read more https://kisahmuslim.com/2050-shafiyyah-binti-abdul-muththalib.html
Komentar
Posting Komentar