KISAH FATIMAH BINTI AL-KHATTAB
FATIMAH
BINTI AL-KHATTAB
Nama
Fatimah banyak dikenal pada zaman Rasulullah SAW. Sejumlah tokoh berpengaruh
dan terhormat menggunakan nama tersebut. Di antara nama-nama itu, terdapat
putri bungsu Nabi, Fatimah az-Zahra. Ibun da Ali bin Abi Thalib juga ber nama
Fatimah binti Asad. Satu lagi nama yang terkemuka saat itu ialah Fatimah binti
Khatab.
Nama
yang terakhir ini tak lain ialah saudara perempuan kandung dari sahabat
tersohor, Umar bin Khatab. Ia adalah sosok yang berjasa. Ia berada di balik
Islamnya Khalifah yang berjuluk Singa Padang Pasir itu. Dalam hitungan akal,
sulit menaklukkan hati Umar, yang konon, penentang utama dari Quraisy akan
kehadiran Islam. Sang kakak yakin betul akan agama nenek moyangnya. Atas alasan
inilah, Fatimah bersama suaminya, Said bin Zaid, berikrar syahadat
sembunyi-sembunyi.
Kronologi
ketertarikan Khalifah Kedua tersebut terhadap Islam sangat ironis. Dikisahkan,
Umar kala itu tengah menghunus pedang tajam. Ia berpapasan dengan seorang pria
dari Bani Zahrah. Saat ditanya tujuannya, ia mengatakan hendak membunuh
Rasulullah. Sontak, pria itu terkejut dan mengingatkan Umar, bila niatnya itu
terlaksana, Bani Hasyim dan Bani Zahrah akan menuntut balas.
Sang
pria mencoba mengalihkan perhatian Umar. Ia membuat rasa pe nasaran Umar memuncak.
“Wahai Umar, sebaiknya kamu pergi menemui saudara perempuanmu dan suaminya.
Karena sesungguhnya mereka itu telah meninggalkan agama nenek moyangnya dan
beriman kepada ajaran Muhammad yang hendak kamu bunuh itu!’’
Mendengar
adik perempuan yang disayanginya telah masuk Islam, Umar marah besar. Jiwanya
penuh dengan emosi. Urung bertandang ke Nabi, ia pun mengalihkan tujuannya ke
kediaman Fatimah. Umar mendengar alunan ayat-ayat Alquran. Rupanya, pasangan
suami-istri ini sedang belajar mengaji kepada Khabab bin al-Arat. Dari balik
pintu, Umar mendengarkan dengan saksama suara-suara yang bersumber dari dalam
rumah adiknya tersebut.
Sebelum
Umar masuk ke dalam rumah, Khabab telah bersembunyi. Begitu pintu dibuka, Umar
berteriak, “Suara apa yang tadi aku dengar?’’ Sambil menyembunyikan
lembaran-lembaran Alquran, Fatimah berkilah tak ada suara apa pun. Umar tak
percaya begitu saja. Keduanya beradu mulut. Fatimah bertanya kepada kakaknya,
“Ya Umar, adakah engkau mendengar sesuatu?’’ Umar menjawab dengan emosi, “Demi
tuhan aku telah mendengar kabar bahwa kalian telah mengikuti ajaran Muhammad!’’
Jawaban
Umar diikuti pukulan kepada adik iparnya. Fatimah berusaha menghalangi
suaminya, tetapi pukulan serupa mendarat di wajahnya. Darah segar pun mengalir.
Menghindari kemurkaan yang lebih hebat, Fatimah dan suaminya pasrah mengaku
telah masuk Islam.
Darah
yang mengucur di wajah Fatimah menyadarkan Umar. Emosinya mulai reda, lalu
mengatakan, “Berikan kepadaku lembaran yang kalian baca tadi agar aku dapat me
lihat apa yang dibawa Muhammad sehingga membuat adikku mengikuti nya.’’ Fatimah
menjawab, “Kami takut engkau akan bersikap kasar terhadap Muhammad.’’ Umar
berjanji atas nama berhalanya tidak akan marah. Seusai membacanya, ia akan
segera mengembalikannya.
Fatimah
menjawab keinginan kakaknya dengan cerdas dan bijak. “Wahai saudaraku,
sesungguhnya engkau najis karena kesyirikanmu, sedangkan lembaran ini tidak
boleh disentuh, kecuali oleh orang-orang suci. Karenanya, mandilah terlebih
dahulu sebelum menyentuh lembaran ini.’’
Untuk
memenuhi rasa penasarannya, Umar mengikuti apa yang disyaratkan Fatimah. Seusai
mandi, Fatimah memberikan lembaran ayat- ayat Alquran itu kepada ka kak nya.
Dalam lembaran itu tertulis ayat 1-8 surah Thaha. “Thaha … Kami tidak
menurunkan Alquran ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai
peringatan bagi orang-orang yang takut kepada Allah. Yaitu, Tuhan Yang Maha
Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy ….’’ Di luar dugaan, Alquran meluluhkan
hati Umar.
Dia
mengatakan, “Betapa indah dan mulianya Kalam ini.’’ Riwayat lain menyebutkan,
Fatimah enggan menyerah kan mushaf tersebut. Oleh Fatimah, ayat-ayat tersebut
dibacakan. Lantunan ayat itu pun tanpa sadar telah membuat air mata Umar
terurai.
Perubahan
drastis dari sosok Umar membuat Khabab keluar dari persembunyiannya. Khabab
berkata, “Ya Umar, sesungguhnya aku berharap engkau menjadi orang yang
diistimewakan Allah karena doa Rasulullah. Aku mendengar beliau berdoa, “Ya
Allah, perkuatlah Islam dengan Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin
Khatthab.’’ Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai Umar.
Umar
meminta Khabab menunjukkan di mana Rasulullah berada karena ia ingin segera
berikrar. Khabab segera mengantarkan Umar menuju kepada Rasulullah. Nabi
Muhammad tengah berada di kediaman Arqam bin Abil Arqam, tak jauh dari Bukit
Shafa.
Kabar
berita Umar masuk Islam di sambut gembira oleh Rasulullah dan para sahabat.
Setelah Hamzah dan Umar bin Khatthab masuk Islam, dakwah pun dilakukan secara
terangterangan. Mereka yakin, Ham zah dan Umar akan menjadi pelindung Rasulullah
dari serangan para musuh.
Begitulah
perjuangan Fatimah binti Khatab bin Nufail al-Makh zumi al-Quraisy. Ia berhasil
menyampai kan hidayah Allah kepada kakakkan dungnya. Tak peduli darah meng
alir, Fatimah tetap tegar dan istiqa mah terhadap Islam. Selama hi dup nya,
Fatimah rajin beribadah dan berdakwah memper juangkan Islam. Ia beruntung
mendapat karunia be rupa panjang umur. Ia menyaksikan Umar menjadi Khalifah
menggantikan Abu Bakar as-Shiddiq.
Al-Hafiz Abdul Ghani bin Abdul Wahid
Al-Maqdisy, Sejarah rasulullah, islam house. indonesia (2011).
Ja’far Subhani, Sejarah Nabi Muhammad
SAW, Terj. Muhammad Hasyim, et al (Jakarta: Lentera, 2009)
Komentar
Posting Komentar